KAMPUNG PULO KALIBATA
POELO TEMPO DOELOE
Rabu, 22 September 2010
SEJARAH PANGERAN H. M. SYARIF (SANGHYANG)
Pangeran Sang Hyang (Raden Syarif bin Pangeran Senopati Ngalaga) merupakan tokoh Islam keturunan Bangsawan Banten yang aktif berjuang melawan penjajah Belanda bersama tokoh-tokoh lain seperti Pangeran Tubagus Badaruddin yang makam nya terletak di Jl. Koja Jatinegara Kaum. Pangeran Sang Hyang dibuang oleh VOC ke Sri Lanka pada tahun 1746 - 1750. Makam Pangeran Sang Hyang dilindungi oleh sebuah bangunan permanent seluas 8 x 7 m2, dimana terdapat pula 3 makam lain. Khusus makam Pangeran Sang Hyang ditutup dengan kelambu kain putih sedang tiap-tiap nisan yang lainnya diberi tutup kain berwarna hijau. Makam ini masih sering diziarahi oleh masyarakat sekitar Jakarta, bahkan masyarakat lain, ada yang datang dari Jawa Timur, Jawa Tengah dan dari berbagai lapisan masyarakat, terlebih lagi pada bulan Maulid Nabi besar Muhammad SAW.
SEJARAH PANGERAN H. DAUD (DATUK DAENG)
Berawal pada tahun 1619, Syech Maulana Hasanuddin bin Syech Waliyullah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) yang berkedudukan di Cirebon, mengirim pasukan bala bantuan dari Sulawesi Selatan sebanyak 6.000 perahu untuk mempertahankan Kerajaan Jayakarta di Betawi.
Namun sayang sekali pada tanggal 10 Maret 1619 Pasukan Jan Pieterszoon Coen menyerang Kerajaan Jayakarta sampai luluh lantak hancur lebur seluruhnya, jadi Pengeran H. Daud (Datuk Daeng) sebagai Hulubalang mengundurkan diri kearah selatan, masuk hutan keluar hutan belantara. Akhirnya tiba di Kampung Pulo Kalibata dengan beberapa anak buahnya yang turut serta ke kampung Pulo, Datuk Na'at, Datuk Sipin, Datuk Mudin, dll.
Pengeran H. Daud bersama Datuk Sipin di Tengah Kampung pulo bersama-sama dengan temannya yang lain mengikuti Pak Amat seorang guru ngaji Qur'an, dan. Karena Pak Amat punya gadis remaja namanya si Putu; anak seorang Tionghoa yang diadopsi Pak Amat sejak masih merah (bayi) namanya seorang Tionghoa itu Baba Chun Hin, pedagang Kelontong di Pasar Minggu. Sedangkan Pasukan Pangeran Jayakarta yang lain turut ke Jatinegara Kaum, atau Kelender.
Karena Pangeran H. Daud memang ahli Al-Qur'an jadi murid Pak Amat bertambah banyak dan maju, maka lama-lama Pangeran H. Daud dikawinkan dengan si Putu, baru saja beberapa tahun disitu, beberapa orang dari Sulawesi datang menjemputnya untuk diajak kembali ke Sulawesi Selatan mau diangkat jadi Raja disana, tapi Pangeran H. Daud sudah kerasan (betah) dan murid-muridnya sudah banyak maka ia menolak kembali ke Sulawesi.
Akhirnya adiknya yang bemama Pangeran Wiraguna datang mengajak pulang ke Sulawesi, tapi beliau tetap menolak, akhirnya Pangeran Wiraguna turut menetap di Kampung Pulo, kemudian bertani menanam Pohon Jati disekitar Pasar Minggu.
Itulah sebabnya ada Kampung Pejaten yang berasal dari kata Pejatian dan Pekayuan (Pekayon) karena Istana Pangeran Wiraguna diujung Kampung Pulo di sebuah bukit (sekarang persis didepan Republika).
Jadi sejak saat itu Pangeran H. Daud mengembangkan Agama Islam di Kampung Pulo Kalibata, maka pada tahun 1720 nama Pasar Minggu sudah dikenal kemana-mana, dan Putra Pangeran H. Daud dikirim ke Kairo untuk mempeedalam Agama Islam, dalam beberapa tahun disana, namun sekembalinya dari sana beliau menumpang kapal layar, kebetulan ada angin topan yang luar biasa, akhirnya kapal itu berlabuh di Pelabuhan Ratu, makanya beliau menetap disalah satu tempat di Bandung Selatan, karena penduduknya ketika itu miskin-miskin maka dinamakan Sukamiskin.
Dan putra Pangeran H. Daud yang kedua namanya H. Achmad yang sempat juga belajar di Kairo Mesir, cuma tidak tercatat berapa lama disana, dan adiknya yang bernama Ateng pindah ke Kelender. Jadi yang di Kampung Pulo H. Ahmad dan seorang perempuan bemama Rohma.
Namun sayang sekali pada tanggal 10 Maret 1619 Pasukan Jan Pieterszoon Coen menyerang Kerajaan Jayakarta sampai luluh lantak hancur lebur seluruhnya, jadi Pengeran H. Daud (Datuk Daeng) sebagai Hulubalang mengundurkan diri kearah selatan, masuk hutan keluar hutan belantara. Akhirnya tiba di Kampung Pulo Kalibata dengan beberapa anak buahnya yang turut serta ke kampung Pulo, Datuk Na'at, Datuk Sipin, Datuk Mudin, dll.
Pengeran H. Daud bersama Datuk Sipin di Tengah Kampung pulo bersama-sama dengan temannya yang lain mengikuti Pak Amat seorang guru ngaji Qur'an, dan. Karena Pak Amat punya gadis remaja namanya si Putu; anak seorang Tionghoa yang diadopsi Pak Amat sejak masih merah (bayi) namanya seorang Tionghoa itu Baba Chun Hin, pedagang Kelontong di Pasar Minggu. Sedangkan Pasukan Pangeran Jayakarta yang lain turut ke Jatinegara Kaum, atau Kelender.
Karena Pangeran H. Daud memang ahli Al-Qur'an jadi murid Pak Amat bertambah banyak dan maju, maka lama-lama Pangeran H. Daud dikawinkan dengan si Putu, baru saja beberapa tahun disitu, beberapa orang dari Sulawesi datang menjemputnya untuk diajak kembali ke Sulawesi Selatan mau diangkat jadi Raja disana, tapi Pangeran H. Daud sudah kerasan (betah) dan murid-muridnya sudah banyak maka ia menolak kembali ke Sulawesi.
Akhirnya adiknya yang bemama Pangeran Wiraguna datang mengajak pulang ke Sulawesi, tapi beliau tetap menolak, akhirnya Pangeran Wiraguna turut menetap di Kampung Pulo, kemudian bertani menanam Pohon Jati disekitar Pasar Minggu.
Itulah sebabnya ada Kampung Pejaten yang berasal dari kata Pejatian dan Pekayuan (Pekayon) karena Istana Pangeran Wiraguna diujung Kampung Pulo di sebuah bukit (sekarang persis didepan Republika).
Jadi sejak saat itu Pangeran H. Daud mengembangkan Agama Islam di Kampung Pulo Kalibata, maka pada tahun 1720 nama Pasar Minggu sudah dikenal kemana-mana, dan Putra Pangeran H. Daud dikirim ke Kairo untuk mempeedalam Agama Islam, dalam beberapa tahun disana, namun sekembalinya dari sana beliau menumpang kapal layar, kebetulan ada angin topan yang luar biasa, akhirnya kapal itu berlabuh di Pelabuhan Ratu, makanya beliau menetap disalah satu tempat di Bandung Selatan, karena penduduknya ketika itu miskin-miskin maka dinamakan Sukamiskin.
Dan putra Pangeran H. Daud yang kedua namanya H. Achmad yang sempat juga belajar di Kairo Mesir, cuma tidak tercatat berapa lama disana, dan adiknya yang bernama Ateng pindah ke Kelender. Jadi yang di Kampung Pulo H. Ahmad dan seorang perempuan bemama Rohma.
Langganan:
Postingan (Atom)